Kamis, 15 September 2011

Memandang yang Kecil

Peluncuran buku di Pusat Dokumentasi Sastra HB Yassin
Jakarta, 2010
Hudan Hidayat
Saya terbiasa memandangi yang "kecil kecil", yang mungkin, kata orang, bukanlah tema yang bisa dibawa ke tengah menjadi tema utama. misal penjelas di belakang buku puisi penyair dewi nova:

"Dewi nova kini tinggal di pamulang, tangerang se...latan dan kini sedang berjuang mewujudkan mimpinya untuk makan nasi dari sawahnya sendiri."

Semisal kata begitu, cukup membuatku sejenak berhenti, terdiam dan merenung mengapa, misalnya, atau apa yang ada di kata kata semacam itu, membuat aku terpikat? seperti saat aku terpikat membaca esai saut yang kukira amatlah lucu, lucu yang membuat aku bahagia membacanya, dari kedirian saut situmorang dalam laku dan lucu saat ia begitu pas mencontohkan kejadian sastra dalam esainya yang menawan itu: kritikus sastra? taik kucing!.

Saut menulis:

Sebuah contoh lain, kata saut, saya bahkan pernah membaca sebuah buku 'kritik sastra' yang ditulis oleh seorang 'kritikus sastra' pedalaman di mana dalam salah satu bab bukunya itu dia mengajak pembaca untuk 'membuktikan' kemantraan puisi-mantra sutardji calzoum bachri dengan membacakannya ke buaya!"

Saya tergelak oleh karena sudah sepanjang esai itu, saut dibuat kesal oleh ketakprofesionalan kritikus sastra kita (versi saut dan kukira, dengan tekanan yang agak lain, kataku juga), dan saat contoh ekstrem itu dituliskannya, bisalah kubayangkan kawan kita itu reaksinya, saat menyebutkan kata "buaya", sampai demikian rupa orang mengimani (?) suatu puisi dan hingga membacakannya ke buaya!

Tak bisa saya menahan gelak saat membaca saut itu, pun saat saya memetik esai saut dalam upaya memadan dengan apa yang telah tadi saya letakkan.

Mungkin itu nuans, yang hadir dari suatu momen - momen pembacaan. tapi kejadian dalam bahasa seperti itu - pada saut dan pada dewi, seperti kataku tadi, sering membuatku berhenti karena demikianlah mungkin sifat bahasa: sering mengajak kita stop dari pemandangan yang dibentangkannya.

Orang lain mungkin terpikat pada tema yang besar sekali, sedang diri jadilah melihat bahagia lucu kalimat kalimat aneh karena kejadiannya memang aneh: makan dari sawah sendiri, tidakkah itu suatu gerak aneh dari banjir diri yang ditarik oleh gedung gedung yang makin menjulang? atau seperti buaya yang diceritakan saut dalam esainya itu. tidakkah itu begitu jadi fantastis: seolah tak mungkin, tapi toh terlah terjadi sebagai fakta sastra.

Itulah keadaannya kata: kadang tanpa sadar, pengarangnya tak tahu bahwa ia sedang membocorkan dunia yang membuat orang lain bahagia

Kembali ke buku puisi dewi nova, banyak yang bisa dicatat dari kehadiran sebuah buku, juga untuk acara buku. katakanlah mungkin berguna bagi para penyair yang belum sempat memiliki buku, bahwa berbuka amatlah mudah, pun membuat acara lunc...urannya. kulihat di pds itu acara sederhana, tapi hening dalam arti: kelihatan suasana diskusi: serius. dan itu murah: tempatnya tak mahal. buku dewi pun adalah buku yang mungil, tapi indah. segera aku teringat frasa dari dunia ilmu sosial: kecil itu indah, kata schumacher.

Ya buku dewi itu. indah, tapi kecil dalam arti tak menebal sebagai galibnya buku. latar cover dengan wajah penyair yang sederhana, apa adanya. bahkan mengesan seolah kehendak masa lalu, hendak dibangkitkan di sana: dewi di foto menyamping, dengan kepang rambut seolah remaja. tak penting mungkin yang beginian untuk sebuah topik puisi. tapi, mengapa tak penting? tidakkah puisi adalah kata dan tidakkah nama memuatkan kata - orangnya di balik nama, kata itu.

Humanisme begini mungkin menjadi latar lembut untuk masuk ke sebuah buku, yang bercampur antara bahasa lembut dewi dengan kekerasan isi pusi. isi itu datang dari hidup yang keras yang diceritakan penyair.

Kususur dari depan buku dewi, dan kuresapkan kata kata di judul itu: burung burung bersayap air. lama aku membalik dan melihat ke daftar isi dewi: tak kutemukan. di mana ditaruh puisi berjudul menggoda itu?

Burung burung bersayap air, aku langsung teringat buku cerpen sutardji: hujan menulis ayam. hujan menulis ayam, bagaimana cara hujan melakukannya? seperti puisi dewi nova: bagaimana bentuk sayap burung itu? air. sayapnya dari air, kata judul puisi dewi, yang rupanya, tampak hendak dijadikan sebagai puisi utama dari buku puisi dewi.

Ia ada di belakang sekali. pantas aku lambat menemukannya: tidak, ini retorik: telah kutemukan sejak awal, puisi ini, saat aku melihat dewi membalik keadaan: hendak memakan nasi dari sawahnya sendiri

Tiga repetisi di dalam tiga baris puisi dewi: kepak kepaklah, rentang rentangkanlah, terbang terbangkanlah - itulah puisi burung burung bersayap air itu. dan repetisi (yang berhasil), kita tahu, bukan semata cara penyair membuat tekanan. ...tapi adalah menggandakan juga makna kata yang diulang ulang. seolah lagu dalam refrain: tenaga hendak naik. tapi di puisi naiknya tenaga itu langsung di hela dari awal baris puisi: kepak kepaklah sayapmu. sayap apa? sayap siapa? dewi tak sedang bercerita tentang burung fisik: semacam garuda pun. tapi semangat garuda itu ia pakai. garuda atau rajawali yang hendak terbang tinggi. karena itu dipanaskan oleh dewi ke seolah "pra-kata" dalam puisi: repetisi. dengan pengulangan didapatkan tekanan. tapi dengan pengulangan dimintakan tenaga bahasa menjadir motor pendorong, agar bahasa itu naik dan naik terus: kepak kepaklah.

Artinya: janganlah turun lagi. kalau bukan burung maka kita langsung tahu dari kehendak judul kecil puisi burung burung bersayap air ini, adalah tribute for. itu untuk: atki - asosiasi tenaga kerja indonesia. jadi burung dalam puisi adalah manusia manusia yang diulang ulang oleh dewi dengan: kepak kepaklah, rentang rentangkanlah, terbang terbangkanlah. jadi manusia yang bernaung dalam identitas pekerja, jadi buruh, jadi manusia bukan burung tapi diberi fungsi dan peran seolah burung. dan itulah dunia lambang itu: manusia diminta seolah berdaya seperti burung. burung burung bersayap air, dari air yang menghidupkan. tapi juga bisa: dari mata air buruh yang disembunyikan. kini diminta dewi untuk hapus air matamu. terbanglah dengan rajawali kata (kata kata) ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar