Indonesia...Puisi Puisi Sakit Hati
I
Islam
tinggalah remah-remah
di kolong meja
digerogoti habis front yang membelanya
Indonesia lagi lemah, 27 Juni 2010
II
Negara
tinggalah nama-nama
di plang-plang pinggir jalan
menonton kelompok pembuat kerusakan menyerang warganya
Indonesia lagi pengecut, 27 Juni 2010
III
Moral Komunal
tunggangi komunal selagi bisa
atas nama moral komunal
bahkan kau bisa bunuh rahim yang melahirkanmu
Indonesia lagi bodoh, 27 Juni 2010
Pembebasan jadi datang juga melalui kata kata: puisi itu, yang berputar menjadi Indonesia sakit - puisi puisi sakit hati, seperti puisi penyair Dewi Nova ini. Hendak apa kita lagi? Apa yang hendak kita bela, berhadapan dengan "kata kecil" ber-ruang pendek dalam puisi? tapi membesar dalam makna hidup nyata? Itulah dia katarsis kata kata yang kita dapatkan.
Hendak apa Islam dengan kitabnya kalau isi kitab itu hanya ujar ujaran tanpa ada jatuhnya nilai pada kehidupan yang nyata? Anu dilarang itu dilarang, tapi itu dan anu yang terbengkalai tak menjadi urusan orang ramai.
Kemarin kudengar seorang ibu guru muda malu malu berbicara tentang kredit rumah yang mungkin didapatnya. Lalu meloncatlah kata kata "oh" saat sang pemberi informasi melompatkan kata kata yang lupa dari mulutnya. uang muka, ya bu, dan itu nilainya puluhan juta rupian dan begitulah ibu guru TK itu terdiam. tertunduk dan wajahnya memang bukan dari jenis wajah yang kreatif garang. Hanya wajah lembut seorang ibu yang tahu diri. bahwa dirinya hanya guru tk, guru TK tempat di mana seseorang menjadi presiden atau kelak raja. Tapi lihatlah air mata tanpa titik itu kini keluar dari kedua bola matanya yang hitam, yang tunduk seakan mencari cari nasibnya di hamparan mungkin pasir mungkin tak lagi ada pasir yang dipandangnya itu.
Matanya mengalah dan lalu kita tahu begitulah sakitnya negeri sendiri. Sakitnya anak anak negeri yang telah memberikan apa apa tapi sukar untuk sekedar mendapatkan rumah tempat kalau ia pulang bisa sekedar menyandarkan diri dari tubuhnya yang lelah.
Islam hendak apa berhadapan dengan suara seorang seperti itu? Suara seorang ibu guru yang menjadi tali dari ibu guru ibu guru kehidupan yang lain yang luas ini. berapakah jumlahnya? Besar sekali. berapakah angkanya? tak penting berapakah angkanya. yang penting dia ada dan yang paling penting bahwa kita semua melihatnya dengan sekedar mengelentangkan tangan di saku baju kita.
Ke mana nilai nilai agung itu? Nilai dari tiap nilai yang berserakan di negeri ini? Ada di laci. ada di atas almari. Ada di tiap pelarangan yang terasa menggelikan.
Kalian jangan onani ya, itu melanggar undang undang pornografi. ingat baik baik, tubuhmu kini milik kami. negara.
Aku takjub dan bangkit melawannya dengan kata kata. hanya kata. Tapi sebuah pergerakan penting: kata di lawan dengan kata. hanya itu yang kita bisa lakukan. Lakukan apa yang hendak kalian lakukan. Teriakkan apa yang hendak kalian teriakkan. Tapi ingatlah tubuh kita bukan milik negara. pun bukan milik sesiapapun juga. Tubuh kita milik diri kita sendiri. sang unik. sang yang asyik asyik teriakkanlah dengan gembira dan senang hati koor bersama sama.
asyik asyik. egp asyik asyik. sekali lagi: asyiiikkkk
Hendak apa Islam dengan kitabnya kalau isi kitab itu hanya ujar ujaran tanpa ada jatuhnya nilai pada kehidupan yang nyata? Anu dilarang itu dilarang, tapi itu dan anu yang terbengkalai tak menjadi urusan orang ramai.
Kemarin kudengar seorang ibu guru muda malu malu berbicara tentang kredit rumah yang mungkin didapatnya. Lalu meloncatlah kata kata "oh" saat sang pemberi informasi melompatkan kata kata yang lupa dari mulutnya. uang muka, ya bu, dan itu nilainya puluhan juta rupian dan begitulah ibu guru TK itu terdiam. tertunduk dan wajahnya memang bukan dari jenis wajah yang kreatif garang. Hanya wajah lembut seorang ibu yang tahu diri. bahwa dirinya hanya guru tk, guru TK tempat di mana seseorang menjadi presiden atau kelak raja. Tapi lihatlah air mata tanpa titik itu kini keluar dari kedua bola matanya yang hitam, yang tunduk seakan mencari cari nasibnya di hamparan mungkin pasir mungkin tak lagi ada pasir yang dipandangnya itu.
Matanya mengalah dan lalu kita tahu begitulah sakitnya negeri sendiri. Sakitnya anak anak negeri yang telah memberikan apa apa tapi sukar untuk sekedar mendapatkan rumah tempat kalau ia pulang bisa sekedar menyandarkan diri dari tubuhnya yang lelah.
Islam hendak apa berhadapan dengan suara seorang seperti itu? Suara seorang ibu guru yang menjadi tali dari ibu guru ibu guru kehidupan yang lain yang luas ini. berapakah jumlahnya? Besar sekali. berapakah angkanya? tak penting berapakah angkanya. yang penting dia ada dan yang paling penting bahwa kita semua melihatnya dengan sekedar mengelentangkan tangan di saku baju kita.
Ke mana nilai nilai agung itu? Nilai dari tiap nilai yang berserakan di negeri ini? Ada di laci. ada di atas almari. Ada di tiap pelarangan yang terasa menggelikan.
Kalian jangan onani ya, itu melanggar undang undang pornografi. ingat baik baik, tubuhmu kini milik kami. negara.
Aku takjub dan bangkit melawannya dengan kata kata. hanya kata. Tapi sebuah pergerakan penting: kata di lawan dengan kata. hanya itu yang kita bisa lakukan. Lakukan apa yang hendak kalian lakukan. Teriakkan apa yang hendak kalian teriakkan. Tapi ingatlah tubuh kita bukan milik negara. pun bukan milik sesiapapun juga. Tubuh kita milik diri kita sendiri. sang unik. sang yang asyik asyik teriakkanlah dengan gembira dan senang hati koor bersama sama.
asyik asyik. egp asyik asyik. sekali lagi: asyiiikkkk
June 29, 2010 at 8:20am